Minggu, 14 Januari 2024

Upaya Pendekatan Antar Mazhab

 Ijtihad adalah sebuah jalan yang telah digariskan dan komitmen pada program tertentu.Semua fakih dan mujtahid telah sepakat dalam prinsip-prinsip dan masalah-masalah utama ijtihad.Pada hakikatnya, ijtihad tidak lebih dari proses pencarian hukum Allah; hukum yang telah Ia sampaikan kepada para hamba-Nya dalam al-Quran atau wahyu kepada Rasul-Nya. Ijtihad dilakukan dengan metode dan sarana keilmuan khusus yang mesti dicamkan siapa pun tanpa terkecuali. Oleh karena itu, ijtihad bagi para periset memiliki kaidah dan prinsip permanen dalam proses penafsiran teks syariat, sehingga ijithad bisa menjadi salah satu faktor pendekatan antarmazhab, bukan faktor perpecahan dan pertikaian.

1. Pelanggaran (khilaf) dan Perbedaan (ikhtilaf) Perbedaan dalam masalah-masalah cabang

(furu`) adalah salah satu kebutuhan manusia yang tak bisa dikesampingkan; juga tak membahayakan persatuan umat. Buktinya, masyarakat yang berada dalam satu barisan kadang berbeda pandangan satu sama lain. Bahaya yang dikhawatirkan adalah yang muncul dari pelanggaran (khilaf), bukan perbedaan (ikhtilaf). Keduanya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Oleh karena itu, para ulama dan fukaha berbeda pandangan dalam memahami kitab Allah. Perbedaan ini khususnya terjadi dalam hal yang berkaitan dengan ijtihad dan argumentasi. Perbedaan ini bukan karena mereka hendak menentang atau menyalahkan pihak lain. Perbedaan yang muncul dari (perbedaan) pemahaman -yang tak ada unsur kesengajaan untuk menentang pihak lain- sama sekali tidak menyebabkan perpecahan dan pertikaian antarmazhab. Dua Kata ‘khilaf' dan ‘ikhtilaf' berasal dari akar kata ‘khalafa'; yang bila dicermati, kita akan mengetahui perbedaan antara makna dua kata ini. Makna ‘khilaf' adalah penentangan dan pelanggaran perintah. Terkait hal ini, Allah berfirman, Hendaknya orang-orang yang melanggar perintah Allah waspada akan ujian atau azab yang akan menimpa mereka (al-Nur: 63). Al-Quran tidak berkata-kata ‘yakhtalifuna `an amrihi' yang berarti perbedaan pendapat dalam perintah-Nya. Ayat lain mengatakan, Kami tidak menurunkan Al-Quran kepadamu kecuali untuk menerangkan hal yang mereka berbeda pendapat tentangnya (al-Nahl: 64).

2. Rahmat dan Terbukanya Keragaman Pendapat Fikih Hal yang bisa dikatakan di sini adalah bahwa perbedaan mazhab di tengah umat Islam adalah suatu berkah dan perkembangan bagi agama yang toleran ini. Tiap nabi sebelum Nabi Muhammad Saw diutus dengan satu syariat dan hukum. Lantaran ‘keminiman' syariat mereka, maka mereka hanya memiliki sedikit pilihan dalam banyak masalah cabang. Syariat Islam memiliki hukum-hukum yang bersifat general. Sedangkan perincian dan detil-detilnya diserahkan kepada para mujtahid, seperti yang disebut dalam hadis dari Mu'adz bin Jabal. Ini adalah salah satu prinsip perumusan undang-undang yang menelurkan hukum syar`i. Oleh karena itu, ijtihad dan keragaman pendapat yang muncul darinya, adalah suatu keniscayaan dalam syariat terakhir ini. Ini adalah rahmat Allah bagi para hamba-Nya dan tak ada bahaya di dalamnya. Dalam sebuah riwayat, disebutkan bahwa Nabi Saw

bersabda,"Perbedaan di tengah umatku adalah sebuah rahmat." (al-Nawawi, 1/91) Terkait hadis

ini dan hal-hal yang berhubungan dengannya, Nawawi mengatakan, "Perbedaan dalam agama ada

tiga macam:

 Pertama adalah yang berhubungan dengan pembuktian keberadaan dan keesaan Allah,

yang bila diingkari akan menyebabkan kekafiran.

 Kedua adalah yang berhubungan dengan sifat dan kehendak-Nya, yang pengingkarannya

adalah bidah.

 Ketiga adalah yang berhubungan dengan hukum-hukum furu` yang memiliki beberapa sisi

kemungkinan. Allah menjadikannya sebagai rahmat dan kemuliaan bagi para ulama. Inilah makna

dari hadis ‘perbedaan di tengah umatku adalah rahmat. Sebagian ulama yang menyibukkan diri dengan apa yang diasumsikan mereka sebagai ilmu fikih, turut memperluas perbedaan pendapat antara ulama. Meski demikian, penentangan terhadap argumen tetap dikecam. Di masa itu, para ulama menentang taklid dan mementingkan dalil. Mereka menolak fanatisme dan berpihak kepada kebenaran, di pihak manapun ia berada. Perbedaan pendapat para sahabat dan tabi`in, yang disusul para ulama dan mujtahid setelah mereka dalam banyak masalah fikih, adalah sebuah keniscayaan ilmiah. Ini adalah hal lumrah yang merupakan konsekuensi dari pemahaman terhadap teks-teks syariat. Ini bukan perbedaan pendapat yang lahir dari taklid buta dan fanatisme. Para pengikut masing-masing mazhab memiliki dalil tersendiri yang memuaskan mereka secara ilmiah. Sebab itu, mereka tidak berpaling dari mazhab mereka. Perbedaan pendapat antara para sahabat, tabi`in, dan mujtahid tidak menimbulkan permusuhan dan pertikaian di tengah mereka. Mereka saling mengundang satu sama lain dan bermakmum dalam shalat di belakang pihak lain. Namun para pentaklid mereka justru bersikap sebaliknya. Mereka saling bermusuhan, membenci satu sama lain, menghindar dari shalat di belakang penganut mazhab lain, dan mencacii Pihak yang berbeda pendapat dengan mereka.

Senin, 13 Juli 2020

PUISI I Sabtu


Malam telah mati dengan kesunyian.
Engkau terlahir sebagai satu satunya yang hidup
sendiri, mungkin takut.
Takut lelap tidak lagi bersisian.

Kota ini sungguh telah rebah
sebagai penguasa kala itu, Dalam diam kau berkalut.
Berharap tenang.
dan suntuk segera mendominasi.
Sedangkan saya,
telah khawatir,segalanya
Ahh terlalu berlebihan rasanya.

Kau
Aku melihatmu,
di semua hari
Aku melihatmu,
di semua waktu
Aku melihatmu
dalam lagu
Aku melhatmu
pada lembaran kisah
pemuda lelah mengais kasih
Aku melihatmu
dengan jarak jauh,namun tampak jelas dipelupuk mata
Aku melihatmu
pada lembaran masa lalu
Aku melihatmu, sebagai bunga tidur
di atas lempengan kertas masa depan
bahkan malam tadi, yang belum sempat ku cerita denganmu.

Hei, Kau
Tidak sepopuler Corona
Hanya Gadis reguler
Tapi kau, bergerak mengukir paras dalam ingatan
menggores batu tiap perjumpaan. Selalu ada kesan
sampai aku terlena pada haribaan asa. Kau

Jumat, 10 Juli 2020

RESENSI I Haruki Murakami - Norwegian Wood

Judul : Norwegian Wood (ノ ル ウ ェ イ の 森)

Penulis : Haruki Murakami

Penerbit : KPG

Jumlah Halaman : 423 Halaman

Tahun terbit beserta cetakannya :2005, Cetakan kedua 2017

Dimensi buku : 13,5x20 cm

Tentang Penulis

Haruki murakami adalah penulis berdarah Jepang.Ia lahir di  Kyoto,Jepang pada tanggal 12 Januari 1949. Dia menyelesaikan pendidikannya di Universitas Waseda 1973. Setelah lulus, Murakami membuka bar kecil, yang ia dan istrinya jalankan selama tujuh tahun. Novel Pertamanya adalah Hear the Wind Sing, yang memenangkan Gunzou Literature kategori  penulis pemula pada tahun 1979.

Murakami tidak hanya mencatatkan namanya sebagai penulis fiksi, dia juga aktif dalam menulis non-fiksi. Yang paling anyar dari banyak penghargaan sastra internasionalnya adalah Jerusalem Prize, yang penerima sebelumnya termasuk J. M. Coetzee, Milan Kundera, dan V. S. Naipaul. Karya karya Murakami juga telah diterjemahkan ke lebih dari lima puluh bahasa.

Tentang Buku

Norwegian wood rilis pertama kali dalam bahasa Jepang pada tahun 1987, selang dua tahun berikutnya versi bahasa inggrisnya ikut meramaikan pasar. Buku ini salah satu buku Murakami yang paling banyak diminati, terbukti novel ini laris dan diterjemahkan ke banyak bahasa di dunia. Genrenya adalah roman tragis dan Coming of age atau perkembangan moral dari tokoh protagonis. Kisahnya dimulai dengan Toru Watanabe yang berusia 37 tahun berpikir kembali ke tahun 1960-an.

Novel ini menceritakan kisah Toru Watanabe, seorang mahasiswa baru di Tokyo, bergulat dengan perasaannya terhadap seorang wanita yang mengisolasi dirinya, disiksa oleh masa lalunya yang tragis dan membuat watanabe dilema antara memilih masa lalu atau masa depan. Kisah dewasa ini akan membuat para orang tua kembali ke masa-masa merah jambu. hehehehe

Dan yang tidak kalah penting, Novel ini diangkat dari  cerita pendek Haruki yang berjudul "Firefly" yang rilis pada tahun 1983. Kemudian buku ini diekranisasi menjadi film pada tahun 2010 yang disutradarai oleh Tran Anh Hung. Pada sebuah platform jual beli online terbesar di dunia, buku ini medapati rating  4,5.

                                                                      …….........

Kisah dimulai dengan alur maju. Dimana Watanabe yang menjadi narator abadi dalam cerita ini memutar balik waktu 20 tahun silam. Watanabe keras membenturkan kembali ingatan, ingatan yang menjadi sebuah kenangan. Merasakan jejak jejak kehidupannya di setiap dimensi. Watanabe merasa sulit untuk mengingat kembali, ada partikel pertikel cerita dan bayangan yang mulai memudar dan perlahan menghilang. Bahkan Watanabe menghabisakan waktu cukup lama untuk mengembalikkan wajah kekasih lamanya,Naoko.

Mengucap janji adalah perkara mudah, tapi mempertahankan adalah perkara pelik. Setidaknya ini adalah pelajaran penting di bab ini. Di Awal, Naoko melempar janji kepada Watanabe untuk selalu mengingat Naoko, bahwa mereka pernah bersama, berjalan bersama dengan instrumen Norwegian Wood.

Namun seiring berjalannya waktu, Kenangan itu betul betul memudar. Bahkan ketika ingatan itu masih segar, untuk menggoreskannya di atas kertas pun masih terasa sulit. Sulit untuk menggurat kalimat pertama, yang ia yakini jika kalimat pertama sudah tuntas, Ia dengan mudah menuliskan kalimat setelahnya. Di Akhir bab, Watanabe mengerti mengapa Naoko meminta Dia untuk mengingatnya. Karna semua kenangan itu akan memudar dengan sendirinya. Watanabe nelangsa.

Memilih jalan hidup, disaat terjepit oleh dua hal memang tidak mudah, tapi demi kelangsungan hidup, terkadang menarik salah satu adalah jalan keluar. Atau selamanya diri kita yang akan menjadi korban. Memang terlalu rumit. Watanebe, seorang mahasiswa muda yang pendiam dan serius di Tokyo, mengabdikan diri kepada Naoko, seorang wanita muda yang cantik dan introspektif, tetapi hasrat bersama mereka ditandai oleh kematian tragis sahabat mereka bertahun-tahun sebelumnya. Watanabe mulai beradaptasi dengan kehidupan kampus dan kesepian serta keterasingan yang dia hadapi di sana, sedangkan Naoko menemukan tekanan dan tanggung jawab hidup yang tak tertahankan, dan harus menjalani perawatan kejiawaan di Sanatorim. Seolah situasinya tidak cukup rumit, Ketika dia mundur lebih jauh ke dunianya sendiri, Watanabe menemukan dirinya menjangkau orang lain dan tertarik pada seorang wanita muda yang sangat mandiri dan terbebaskan secara seksual. Watanabe menemukan dirinya tertarik pada Midori, seorang gadis yang cerdas, seksi, dan bersemangat di kampus yang tampaknya mewakili masa depan yang sehat dan tidak terbebani secara psikologis, keren, sedikit kejam - main mata dan menggoda. Sangat dilematis, siapakah yang menjadi tujuan Watanabe, antara Naoko atau Midori ?? Jika penasaran, mending kalian langsung baca saja, biar lebih epik.


Plot yang dihadirkan Murakami sangat rapi, dan enak diikuti. Penggambaran situasi dan pengembangan karakter sangat baik. Saya sangat terkesan dengan penggambaran Objek di bab pertama yang rapi. Dan yang membuat saya kagum dimana keahliannya menghadirkan berlatar barat ;Norwegia yang pas dan santai ketika dibaca sementara lahirnya di dataran Asia.

Dengan ketebalatan 423 halaman, buku ini saya khatamkan selama seminggu. Hahaha biasanya,buku novel ini saya jadikan mood-booster sebelum kerja tugas-tugas.

Senin, 06 Juli 2020

PUISI I Senin

Langkah menyisiri sudut kota
membentuk jejak diri,suatu penghambaan
ada yang belum tuntas,yaitu
Sabda rindu yang belum usai 
Tidak benar-benar selesai
hingga tepat ujung jalan menghampiri.

Kemarin adalah saksi
Betapa kejujuran bukan akar dari masalah
Betapa keterbukaan adalah simpul 
keberlangsungan,
Dan senin hanya bisa menunggu,
kapan pikirannya seperti danau
tenang, tanpa menyudutkan air sungai.

Apa daya senin ini
belum mampu berdiri
tapi berani menopang lainnya.

Apa guna senin ini,
dipayungi rasa takut
takut melempar kecewa 
pada hamba yang tak pantas

Apa daya senin ini,
yang konon, hanya selalu menjadi pelampiasaan
setelah Ahad berbagi Ceria.
Senin, begitu tabah.

RESENSI I Orhan Pamuk-The Red Haired-Women

                     

Judul : The Red- Haired Women  (Kirmizi Sacli Kadin)

Penulis : Orhan Pamuk

Penerbit : Bentang Pustaka

Jumlah Halaman : 344 halaman, 20,5 cm

Tahun Penerbitan : Februari 2018

Tahun Terbitan (Kirmizi Sacli Kadin) :Februari 2016

Penerjemah : Rahmani Astuti

…………………….

Terkait Penulis

Penulis Merupakan seorang novelis, penulis script  sekaligus akademisi. Kecilnya, Dia di didik di sekolah Robert College di Istanbul dan melanjutkan untuk belajar arsitektur di Istanbul Technical University. Namun, ia meninggalkan sekolah arsitektur setelah tiga tahun, untuk menjadi penulis penuh waktu, lulus pada bidang Jurnalis di Universitas Istanbul pada tahun 1976. Sejak usia 22 hingga 30 tahun, Pamuk tinggal bersama ibunya, menulis novel pertamanya dan berusaha menemukan penerbit. Beberapa pengalaman hidupnya di abadikan lewat Novelnya The Black Book and Cevdet Bey and His Sons.

Orhan Meraih Nobel Kesusastraan pada tahun 2006, setelah Harold Pinter 2005. Pamuk mengalahkan Joyce Carol Oates, Argaret Atwood, Salman Rushdie and Bob Dylan. ( hahahah nama2nya baru terdengar pertama kali yah ) Namun Bob Dylan, 10 tahun setelahnya mencatatkan namanya peraih Nobel.

Ketika buku-buku Pamuk terjual lebih dari 200.000 eksemplar, dia dinyatakan sebagai penerima penghargaan yang berharga. Dia menjadi penerima Hadiah Nobel Sastra yang laris di Swedia, dan menciptakan sejarah baru. Pamuk merupakan warga negara Turki pertama yang dianugerahi penghargaan itu

Pamuk adalah orang yang kontroversial di negara asalnya, Turki. Dia tampaknya memiliki keinginan untuk mengekspos kebusukan di masyarakat dan karena itu secara publik menyentuh isu-isu seperti etnisitas, ras dan detail sejarah yang kontroversial yang dianggap tabu di Turki. Pamuk pernah diancam dan difitnah karena Pernyataanya, tetapi dia tidak akan mundur karena dia percaya tugas penulis menginformasikan dan menciptakan kesadaran tentang masalah yang nyata dan perlu diakui dan ditangani.

Pamuk  juga getol menyuarakan kemanusiaan. Tidak mudah patah terhadap ancaman pemerintah. Pada satu kutipan wawancara,beliau pernah mengkritik ……I said loud and clear that one million Armenians and 30,000 Kurds were killed in Turkey”. Beliau juga dalam wawancara peraih Nobel mengatakan"All those who criticize the government end up in jail. I’m angry about it". Di lain waktu dia pernah bilang juga, " i don't know how to shut my mouth". Pernyataannya di Atas mengundang Reaksi pengacara ultra-nasionalis, Kemal Kerinçsiz. Tuduhan dicabut pada 22 Januari 2006. Pamuk kemudian menyatakan niatnya adalah untuk menarik perhatian pada kebebasan berekspresi.

Hahah saya rasa ini bukan kalimat diplomatis, sebab sudah terulang dengan makna yang sama. Terlepas dari itu semua, sastra tetap sastra dan politik tetap politik. Tidak perlu digaduhkan antara keduanya. Saya belum tahu bagaimana pengenalan sastra lewat jalur politik. Tapi jika kita balik, mengenal politik lewat sastra, pasti lebih seru.

Karya karyanya sudah terjual sebanyak 13 juta buku dalam 63 bahasa. Masalah yang sering dihadapi dalam menerjemahkan bukunya ketika Juru alihbahasanya terkadang belum mampu menangkap nuansa halus seorang penulis yang sensitif, seperti Dia. Karya-karya Pamuk yang mendapat pujian meliputi Snow dan  My Name is Red. Lewat karya nya pamuk berbicara tentang hak bnayk orang dan Kemanusiaan.

Gaya Kepenulisan Pamuk. PostModernisme. Hahahaha wajarlah, di zaman paham ini lahir 1950 (an) lupa tepatnya. Jadi wajarlah buah yg jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Kutipan Wawancara Orhan

”Listening to my father—even at an early age—I had the impression that an author should address not the national concerns, but all humanity.”

Mendengarkan ayah saya — bahkan sejak usia dini — saya mendapat kesan bahwa seorang penulis seharusnya tidak membahas masalah nasional, tetapi seluruh umat manusia

Penerjemah : Rahmani Astuti, beliau salah satu penerjemah buku. Sy yakin di antara kalian Pasti pernah bersentuhan dengan karya beliau, beliau pernah menerjemahin buku Linda howard dan Sandra Brown. Klo belum ingat, ada yg tahu Dunia Sophie karya JS penerbit mizan. Yahhh itu buah tangan dari beliau. Hahaha

 

Tentang Buku

Dengan tebal 344 halaman Pamuk mengangkat isu etnik. berisi tentang dikotomi budaya Timur dan Barat. Barat yg kental dengan hedonnya, dan askitisisme adalah paham yang dianut Timur. Tema yang berat tapi jika dibawa lewat platform novel jadi terasa ringan. Terselip banyak satire² sosial.

Mengangkat isu etnik rupanya tidak semudah yg dibayangkan. Tidak semua orng² sekitar akan menerima dengan tangan terbuka. Tidak di Indo ataupun di Turki. Salah satu novel Indo yg mengangkat etnik adalah Orang Orang Oetimu -Felix K Nesi- Pemenang Sayembara DKI 2018.Yahhh sudah diikutkan beberapa tahun sebelumnya tapi belum menemukan peruntungannya. Dan belakangan, Felix baru mulai menemukan musuh musuhnya.

            Bukunya Berlatar Turki, Berlatar turki tahun pertengahan abad 19, yg mana Istanbul adalah ibukota. Istanbul dulunya yang bernama Byzantium adalah yang mana turki menjadi  tempat dominan di empat kekaisaran Besar: Kekaisaran romawi, Romawi timur, Kekaisaran Latin, Dan terakhir kekaisaran Utsmaniah.

dengan alur maju-mundur rasanya sudah tepat sekali. Teknik yang digunakan Narrative technique, hematnya pemeran utama bukan satu satunya narator. Tapi Pamuk memberikan karakter lain untuk menjadi narator dalam ceritanya. Yahh jadi kita tidak merasa semua Pemain punya peran penting dalam cerita. Dan kelebihannya, Hal2 yg absurd dan sulit terjangkau di kepala bias terjawab ketika karakter lain yg berbicara. Seperti Si Rambut merah ternyata adalah simpanan ayahnya semenjak masih berafiliasi dgn golongan kiri. Yahhh kembali kepada kepala masing, cocoknya yg mana.

            Dan juga Pamuk Lebih banyak mengambil referensi literatur timur. Seperti  kisah Sohrab dan Rostam dari Irak,  Laila Ve Mecnun dan menyinggung sedikt kisah Nabi Ibrahim As.

             Ohh Iya klo bahasa turkinya sendiri Cuma 200 an halaman. Dan buku ini pernha dijadikan bahan kajian linguistik di salah satu univ d Turki. Jika disini ada pembaca militan, keknya bisa habis seblum 1x24 jam. Hahahaha

 

………………

Ongoren, Turki.

Ada tiga bagian, dua yang pertama tampaknya diceritakan oleh Cem Celik, anak seorang anggota golongan kiri yang pada pertengahan 1980-an ayahnya direbut dari keluarganya oleh polisi negara, dan kemudian meninggalkan rumahnya karena alasan yang lebih egois. Ini membuat Cem merasa betul betul kehilangan sosok ayah. Cem kemudian mencari pengganti ayah, yang ia temukan dalam sosok Tuan Mahmut, seorang penggali sumur yang mempekerjakannya sebagai pekerja magang. Cem terpaksa harus ikut magang dengan Tuan Mahmut, untuk memenuhi biaya pendidikannya.

Bepergian dengan Mahmut ke pedesaan dekat Istanbul, Cem belajar bagaimana seorang figur ayah dapat menginspirasi, memberi rasa takut serta kasih sayang, dan bagaimana menciptakan rasa mandiri dalam diri.

Ketika dia melihat seorang wanita misterius berambut merah di salah satu pasar, malamnya dia berangkat ke desa Ongoren setempat. Dia ternyata terikat pada teater keliling dongeng moralitas. Cem terobsesi dengan kisah Oedipus , yang tentu saja tentang pada pembunuhan seorang putra terhadap ayahnya, dan wanita di teaternya menampilkan versi kisah Sohrab dan Rostam, di mana seorang ayah membunuh putranya.        

Cem terus menerus menimbang kisah teater itu dan membandingkan peran takdir, contoh sejarah, peringatan mitos, dan aliran kehidupan sehari-hari. Cem tidak lagi melanjutkan pekerjaannya menggali sumur. Dia melakukan kesalahan, menjatuhkan periuk ke dalam sumur. Karena ketakutan, akhirnya Dia berlari pergi tanpa menolong Tuan Mahmut.

Bagian pertama ditutup dengan Cem dan Wanita berambut merah itu yang pergi bersama "Aku sudah cukup tua untuk menjadi ibumu," dia memberitahunya dengan tidak menyenangkan.

Pada awal bagian kedua, di mana Cem kembali ke Istanbul, dia menemukan kekasih baru, Ayse, Keluarga Cem yang Ia Nikahi. Mereka mendirikan perusahaan bernama Sohrab; mereka terus merenung tentang kisah Oedipus; mereka berkeliling dunia melihat manuskrip epik nasional Iran Shah-nameh, di mana Abolqasem Ferdowsi menceritakan kisah pembunuhan Sohrab oleh ayahnya Rostam.

 

Dan efeknya? Ketika Cem dan Ayse mulai melihat masalah politik yang lebih besar yang diangkat oleh kisah-kisah ini, maka kita mulai membaca The Red-Haired Woman sebagai perumpamaan tentang Turki masa kini: tentang cedera dan aspirasi yang mengarah pada pemilihan pemimpin yang otoriter, dan tentang bermacam-macam bahaya dari proses semacam itu.

“Tampaknya kita semua ingin ayah yang kuat dan tegas memberi tahu kita apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan,” kata Cem. “Apakah karena sangat sulit untuk membedakan apa yang harus dan tidak seharusnya kita lakukan, apa yang moral dan benar dari apa yang berdosa dan salah? Atau apakah itu karena kita terus-menerus perlu diyakinkan bahwa kita tidak bersalah dan tidak berdosa? Apakah kebutuhan akan seorang ayah selalu ada di sana, atau apakah kita merasakannya hanya ketika kita bingung, atau sedih, ketika dunia kita berantakan? ”

Pada bagian ketiga, kita menemukan Cem ditarik kembali ke Ongoren pada akhir narasinya. Sisa dari novel ini berkisar di antara pergumulan antara kekuatan cerita, memori kenangan lama bersama Tuan Mahmud dan Wanita berambut merah. Cem terus terbayang kisah Oedipus dan Sohrab. Apakah takdir membawanya seperti Sohrab ? Atau membawanya seperti Oedipus. ?

Terakhir, Orhan Pamuk menyampaikan pesan penting kepada pembaca lewat monolognya. Novel itu harus masuk akal, seperti kisah nyata dan tidak terasa asing seperti mitos. Dengan demikian semua orang dapat mengerti apa yang ingin disampaikan oleh penulis. Kalau kata Andrea Hirata, Novel itu tidak hanya sekedar fiksi; yaitu mengadakan sesuatu yang tidak ada, tetapi fiksi adalah proses berpikir.

Buku ini sangat mudah didapatkan di toko buku terdekat rumah anda. Selamat membaca

Sekian, semoga bermanfaat. Salam 

 

 

 

 


Minggu, 05 Juli 2020

PUISI I Tak Ada Hujan di Juni Kairo

Tak Ada Hujan di Juni Kairo

Semesta tahu, dan sudah mengatur
kapan semi berakhir dan diganjar hujan
menyapa pisah bumi dengan guguran indah
menggelesar perlahan, kabut adalah ampasnya

Juni terlalu cepat pada kisah yang permai
terlalu sempurna untuk cinta yang paripurna
Dalam kenangku
Akal bergerak bebas, bak burung tak kenal rumah
Tidak ingin pergi dan tak tahu kembali

Saya siap... Juni menjadi pelik
Meski tak ada hujan yang menyirami rasa
tak ada rintik yang jatuh meletis pelipis
sebab sepengetahuanku, di Juni, Kairo tidak pernah mendung

Semua menjadi kekasih,tak perlu sempurna, 
cukup mengisi untuk jadi paripurna, Mungkin Seperti semi.
Yahh, jadi semi di Kairo.
yang selalu abadi menunggu sukses hujan dan pergumulan awan pekat
Seorang diri duduk tabah di atas pangkuan bumi,
menatap langit dan menunggu jawaban singgasananya.
Meski ingat,hujan tidak akan turun di Juni Kairo.

Kairo, 01 Juni 2020

Senin, 09 Desember 2019

Catatan Perjalanan Rasa, Karya Fahd Pahdepie



- Kita hidup bukan hanya untuk melengkapi kebahagiaan kita sendiri tetapi juga menyempurnakan kebahagiaan orang lain juga.

- Hiduplah untuk memenuhi apa yang kamu butuhkan, dan matilah jika hanya terus menerus menjadi budak bagi apa yang kamu inginkan.

-Berhentilah gelisah. Tak usah percaya pada hitungan hitungan. Hiduplah dalam keberkahan. Lihatlah dari apa yang terjadi pada orang terdahulu ; KEINGINAN adalah sumber PENDERITAAN.

-Filosofi Sungai-.   
 "Sesuatu yang tak bisa dihitung tetapi menghidupkan". Air tak bisa kita hitung sebab ia terus mengalir. Ada siklus yang tak putus memberikannya kehidupan. Lalu ia memberikan kehidupan apa yang ikan, tanaman yang ada didalamnya, dan menumbuhkan apa yang ada disekitarnya.
Hiduplah seperti sungai yang terus mengalir, jangan membendungnya apalagi menghitung hitungnya.
Hiduplah seperti sungai yang senantiasa memberikan hidup tanpa belasan harap meski menanggung beban sampah manusia dan telah ditolak untuk pulang ke laut.

Upaya Pendekatan Antar Mazhab

 Ijtihad adalah sebuah jalan yang telah digariskan dan komitmen pada program tertentu.Semua fakih dan mujtahid telah sepakat dalam prinsip-p...