Judul : The Red- Haired Women (Kirmizi Sacli Kadin)
Penulis : Orhan Pamuk
Penerbit : Bentang Pustaka
Jumlah Halaman : 344 halaman, 20,5 cm
Tahun Penerbitan : Februari 2018
Tahun Terbitan (Kirmizi Sacli Kadin) :Februari 2016
Penerjemah : Rahmani Astuti
…………………….
Terkait Penulis
Penulis Merupakan seorang novelis, penulis script sekaligus akademisi. Kecilnya, Dia di didik di sekolah Robert College di Istanbul dan melanjutkan untuk belajar arsitektur di Istanbul Technical University. Namun, ia meninggalkan sekolah arsitektur setelah tiga tahun, untuk menjadi penulis penuh waktu, lulus pada bidang Jurnalis di Universitas Istanbul pada tahun 1976. Sejak usia 22 hingga 30 tahun, Pamuk tinggal bersama ibunya, menulis novel pertamanya dan berusaha menemukan penerbit. Beberapa pengalaman hidupnya di abadikan lewat Novelnya The Black Book and Cevdet Bey and His Sons.
Orhan Meraih Nobel Kesusastraan pada tahun 2006, setelah Harold Pinter 2005. Pamuk mengalahkan Joyce Carol Oates, Argaret Atwood, Salman Rushdie and Bob Dylan. ( hahahah nama2nya baru terdengar pertama kali yah ) Namun Bob Dylan, 10 tahun setelahnya mencatatkan namanya peraih Nobel.
Ketika buku-buku Pamuk terjual lebih dari 200.000 eksemplar, dia dinyatakan sebagai penerima penghargaan yang berharga. Dia menjadi penerima Hadiah Nobel Sastra yang laris di Swedia, dan menciptakan sejarah baru. Pamuk merupakan warga negara Turki pertama yang dianugerahi penghargaan itu
Pamuk adalah orang yang kontroversial di negara asalnya, Turki. Dia tampaknya memiliki keinginan untuk mengekspos kebusukan di masyarakat dan karena itu secara publik menyentuh isu-isu seperti etnisitas, ras dan detail sejarah yang kontroversial yang dianggap tabu di Turki. Pamuk pernah diancam dan difitnah karena Pernyataanya, tetapi dia tidak akan mundur karena dia percaya tugas penulis menginformasikan dan menciptakan kesadaran tentang masalah yang nyata dan perlu diakui dan ditangani.
Pamuk juga getol menyuarakan kemanusiaan. Tidak mudah patah terhadap ancaman pemerintah. Pada satu kutipan wawancara,beliau pernah mengkritik ……I said loud and clear that one million Armenians and 30,000 Kurds were killed in Turkey”. Beliau juga dalam wawancara peraih Nobel mengatakan, "All those who criticize the government end up in jail. I’m angry about it". Di lain waktu dia pernah bilang juga, " i don't know how to shut my mouth". Pernyataannya di Atas mengundang Reaksi pengacara ultra-nasionalis, Kemal Kerinçsiz. Tuduhan dicabut pada 22 Januari 2006. Pamuk kemudian menyatakan niatnya adalah untuk menarik perhatian pada kebebasan berekspresi.
Hahah saya rasa ini bukan kalimat diplomatis, sebab sudah terulang dengan makna yang sama. Terlepas dari itu semua, sastra tetap sastra dan politik tetap politik. Tidak perlu digaduhkan antara keduanya. Saya belum tahu bagaimana pengenalan sastra lewat jalur politik. Tapi jika kita balik, mengenal politik lewat sastra, pasti lebih seru.
Karya karyanya sudah terjual sebanyak 13 juta buku dalam 63 bahasa. Masalah yang sering dihadapi dalam menerjemahkan bukunya ketika Juru alihbahasanya terkadang belum mampu menangkap nuansa halus seorang penulis yang sensitif, seperti Dia. Karya-karya Pamuk yang mendapat pujian meliputi Snow dan My Name is Red. Lewat karya nya pamuk berbicara tentang hak bnayk orang dan Kemanusiaan.
Gaya Kepenulisan Pamuk. PostModernisme. Hahahaha wajarlah, di zaman paham ini lahir 1950 (an) lupa tepatnya. Jadi wajarlah buah yg jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Kutipan Wawancara Orhan
”Listening to my father—even at an early age—I had the impression that an author should address not the national concerns, but all humanity.”
Mendengarkan ayah saya — bahkan sejak usia dini — saya mendapat kesan bahwa seorang penulis seharusnya tidak membahas masalah nasional, tetapi seluruh umat manusia
Penerjemah : Rahmani Astuti, beliau salah satu penerjemah buku. Sy yakin di antara kalian Pasti pernah bersentuhan dengan karya beliau, beliau pernah menerjemahin buku Linda howard dan Sandra Brown. Klo belum ingat, ada yg tahu Dunia Sophie karya JS penerbit mizan. Yahhh itu buah tangan dari beliau. Hahaha
Tentang Buku
Dengan tebal 344 halaman Pamuk mengangkat isu etnik. berisi tentang dikotomi budaya Timur dan Barat. Barat yg kental dengan hedonnya, dan askitisisme adalah paham yang dianut Timur. Tema yang berat tapi jika dibawa lewat platform novel jadi terasa ringan. Terselip banyak satire² sosial.
Mengangkat isu etnik rupanya tidak semudah yg dibayangkan. Tidak semua orng² sekitar akan menerima dengan tangan terbuka. Tidak di Indo ataupun di Turki. Salah satu novel Indo yg mengangkat etnik adalah Orang Orang Oetimu -Felix K Nesi- Pemenang Sayembara DKI 2018.Yahhh sudah diikutkan beberapa tahun sebelumnya tapi belum menemukan peruntungannya. Dan belakangan, Felix baru mulai menemukan musuh musuhnya.
Bukunya Berlatar Turki, Berlatar turki tahun pertengahan abad 19, yg mana Istanbul adalah ibukota. Istanbul dulunya yang bernama Byzantium adalah yang mana turki menjadi tempat dominan di empat kekaisaran Besar: Kekaisaran romawi, Romawi timur, Kekaisaran Latin, Dan terakhir kekaisaran Utsmaniah.
dengan alur maju-mundur rasanya sudah tepat sekali. Teknik yang digunakan Narrative technique, hematnya pemeran utama bukan satu satunya narator. Tapi Pamuk memberikan karakter lain untuk menjadi narator dalam ceritanya. Yahh jadi kita tidak merasa semua Pemain punya peran penting dalam cerita. Dan kelebihannya, Hal2 yg absurd dan sulit terjangkau di kepala bias terjawab ketika karakter lain yg berbicara. Seperti Si Rambut merah ternyata adalah simpanan ayahnya semenjak masih berafiliasi dgn golongan kiri. Yahhh kembali kepada kepala masing, cocoknya yg mana.
Dan juga Pamuk Lebih banyak mengambil referensi literatur timur. Seperti kisah Sohrab dan Rostam dari Irak, Laila Ve Mecnun dan menyinggung sedikt kisah Nabi Ibrahim As.
Ohh Iya klo bahasa turkinya sendiri Cuma 200 an halaman. Dan buku ini pernha dijadikan bahan kajian linguistik di salah satu univ d Turki. Jika disini ada pembaca militan, keknya bisa habis seblum 1x24 jam. Hahahaha
………………
Ongoren, Turki.
Ada tiga bagian, dua yang pertama tampaknya diceritakan oleh Cem Celik, anak seorang anggota golongan kiri yang pada pertengahan 1980-an ayahnya direbut dari keluarganya oleh polisi negara, dan kemudian meninggalkan rumahnya karena alasan yang lebih egois. Ini membuat Cem merasa betul betul kehilangan sosok ayah. Cem kemudian mencari pengganti ayah, yang ia temukan dalam sosok Tuan Mahmut, seorang penggali sumur yang mempekerjakannya sebagai pekerja magang. Cem terpaksa harus ikut magang dengan Tuan Mahmut, untuk memenuhi biaya pendidikannya.
Bepergian dengan Mahmut ke pedesaan dekat Istanbul, Cem belajar bagaimana seorang figur ayah dapat menginspirasi, memberi rasa takut serta kasih sayang, dan bagaimana menciptakan rasa mandiri dalam diri.
Ketika dia melihat seorang wanita misterius berambut merah di salah satu pasar, malamnya dia berangkat ke desa Ongoren setempat. Dia ternyata terikat pada teater keliling dongeng moralitas. Cem terobsesi dengan kisah Oedipus , yang tentu saja tentang pada pembunuhan seorang putra terhadap ayahnya, dan wanita di teaternya menampilkan versi kisah Sohrab dan Rostam, di mana seorang ayah membunuh putranya.
Cem terus menerus menimbang kisah teater itu dan membandingkan peran takdir, contoh sejarah, peringatan mitos, dan aliran kehidupan sehari-hari. Cem tidak lagi melanjutkan pekerjaannya menggali sumur. Dia melakukan kesalahan, menjatuhkan periuk ke dalam sumur. Karena ketakutan, akhirnya Dia berlari pergi tanpa menolong Tuan Mahmut.
Bagian pertama ditutup dengan Cem dan Wanita berambut merah itu yang pergi bersama "Aku sudah cukup tua untuk menjadi ibumu," dia memberitahunya dengan tidak menyenangkan.
Pada awal bagian kedua, di mana Cem kembali ke Istanbul, dia menemukan kekasih baru, Ayse, Keluarga Cem yang Ia Nikahi. Mereka mendirikan perusahaan bernama Sohrab; mereka terus merenung tentang kisah Oedipus; mereka berkeliling dunia melihat manuskrip epik nasional Iran Shah-nameh, di mana Abolqasem Ferdowsi menceritakan kisah pembunuhan Sohrab oleh ayahnya Rostam.
Dan efeknya? Ketika Cem dan Ayse mulai melihat masalah politik yang lebih besar yang diangkat oleh kisah-kisah ini, maka kita mulai membaca The Red-Haired Woman sebagai perumpamaan tentang Turki masa kini: tentang cedera dan aspirasi yang mengarah pada pemilihan pemimpin yang otoriter, dan tentang bermacam-macam bahaya dari proses semacam itu.
“Tampaknya kita semua ingin ayah yang kuat dan tegas memberi tahu kita apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan,” kata Cem. “Apakah karena sangat sulit untuk membedakan apa yang harus dan tidak seharusnya kita lakukan, apa yang moral dan benar dari apa yang berdosa dan salah? Atau apakah itu karena kita terus-menerus perlu diyakinkan bahwa kita tidak bersalah dan tidak berdosa? Apakah kebutuhan akan seorang ayah selalu ada di sana, atau apakah kita merasakannya hanya ketika kita bingung, atau sedih, ketika dunia kita berantakan? ”
Pada bagian ketiga, kita menemukan Cem ditarik kembali ke Ongoren pada akhir narasinya. Sisa dari novel ini berkisar di antara pergumulan antara kekuatan cerita, memori kenangan lama bersama Tuan Mahmud dan Wanita berambut merah. Cem terus terbayang kisah Oedipus dan Sohrab. Apakah takdir membawanya seperti Sohrab ? Atau membawanya seperti Oedipus. ?
Terakhir, Orhan Pamuk menyampaikan pesan penting kepada pembaca lewat monolognya. Novel itu harus masuk akal, seperti kisah nyata dan tidak terasa asing seperti mitos. Dengan demikian semua orang dapat mengerti apa yang ingin disampaikan oleh penulis. Kalau kata Andrea Hirata, Novel itu tidak hanya sekedar fiksi; yaitu mengadakan sesuatu yang tidak ada, tetapi fiksi adalah proses berpikir.
Buku ini sangat mudah didapatkan di toko buku terdekat rumah anda. Selamat membaca
Sekian, semoga bermanfaat. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar